Senin, 10 Desember 2012

TRAGEDI RAJA MIDAS



TRAGEDI RAJA MIDAS

Yunani, (bahasa Yunani modern: Ελλάδα [Elláda], historis: Ελλάς [Ellás]; bahasa Inggris: Greece), secara resmi Republik Hellenik (Elliniki Dimokratia; bahasa Indonesia: Republik Yunani), adalah sebuah negara tempat lahirnya budaya Dunia Barat yang berada di Eropa. (www.wikipedia.org). Taukah Anda bahwa negeri asal Socrates, Plato, Aristoteles dan para filsuf-filsus kenama ini berasal, ada sebuah legenda yang sangat terkenal. Apa itu? Legenda mengenai seorang raja yang rakus dan senang menumpuk kekayaan.
Raja Midas; dia adalah figur penguasa dalam legenda Yunani Kuno yang menggambarkan seorang yang rakus, bangga dengan jabatan dan yang paling mencolok adalah kesenangannya dalam menumpuk kekayaan. Ia mengurbankan kepetingan rakyatnya demi kekayaan diri dan keluarganya. Hal ini menyebabkan dia dibenci oleh mayoritas rakyat, akan tetapi tidak ada seorang pun yang berani melawannya. Sampai disini cerita mengenai Raja Midas masih biasa (sudah dianggap biasa) mengenai keadaan para penguasa-penguasa negeri.
Yang menarik dari perjalanan Raja Midas seorang penguasa Anatolia (Asia Kecil) adalah keserakahannya dalam menumpuk kekayaan sampai-sampai tidak rela jika ada orang lain yang melebihi kekayaannya. Karena kegilaannya pada harta ini, suatu hari dia mendatangi salah satu Dewa Yunani yang teramat sakti yaitu Dionyus untuk meminta petunjuk dan mantra agar ia memiliki tangan ajaib sehingga setiap barang yang disentuhnya berubah menjadi emas. Entah karena dia seorang raja atau apa alasannya sang dewa pun mengabulkan permintaannya. Akhirnnya ia memiliki kemampuan merubah apapun yang dia pegang menjadi emas.
Raja Midas pun mulai berangkat ke taman. Satu demi satu pepohonan dirubah menjadi emas. Dan sudah bisa ditebak semua benda yang dia temui disentuhnya hingga berubah menjadi emas. Bangunan istana dan isinya tak luput ia rubah menjadi emas.
Setelah ia puas dengan merubah istana dan isinya menjadi emas, kini Raja Midas terasa lelah dan lapar. Ya ya ya...!!! pasti sudah tau selanjutnya kan??? Yupz betul! Maka dia duduk untuk makan, dia lupa dengan kesaktian tangannya. Akhirnya sendok dan garpu berubah menjadi emas tak luput juga makanan dan minuman pun menjadi emas. Dia menjadi galau!!! Istrinya yang baru pulang jalan-jalan jadi tumpuan kerisauannya. Dia langsung memeluk anak dan istrinya. Tapi apa yang terjadi, anak dan istrinya pun justru ikut pula menjadi emas. Kegalauannya semakin parah, hingga meningkat menjadi galau tingkat lanjut alias gila. Ya Raja Midas yang kaya raya telah gila karena kekayaannya sendiri.
Dongeng itu masih hidup sampai saat ini bagi rakyat Anatolia (sekarang ikut wilayah Turki) secara turun temurun.
Dari cerita itu ada sebuah simpulan yaitu mengenai matinya hidup akibat keserakahan manusia. Ada yang berpendapat bahwa “tangan midas” merupakan kemajuan teknologi yang tanpa batas hingga melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Bisa di ambil contoh mengenai kloning manusia, teknologi dengan kekuatannya telah mengambil alih peran Tuhan di alam ini. Walau memang teknologi itu pun juga atas kekuatan Tuhan pula. Kita juga bisa lihat dengan kemampuan mengolah nuklir telah berubah menjadi sesuatu yang sangat membahayakan bagi kehidupan manusia. Kebocoran kecil saja, ribuan nyawa dipertaruhkan.
Kita patut berhati-hati dengan “tangan midas” ini, dengan ilmu dan kemampuan yang kita miliki (bahkan masih sedikit) pun bisa menjerumuskan kita kedalam kesombongan, merasa benar dan arogan, mengintimidasi orang lain dengan sikap keangkuhan.
Seperti tulisan saya yang terdahulu, bahwa hakikat manusia adalah kosong. Jangan sampai kita sombong dengan ketampanan, kecantikan, kepintaran, kekayaan, kesehatan, dan bahkan dengan ketidak tampanan atau ketidak cantikan, kebodohan, kemiskinan, sakit dll. Karena semua adalah semu, semua adalah milik Allah s.w.t.
Kenapa hidup ini penting? Karena hidup ini tertuju kepada kematian. Mati pengharapan dan doa kita agar di kabulkan, amal kita diterima. Yang mati hanyalah jasad, sedangkan ruh atau jiwa akan terus hidup menuju hidup yang kekal. Disinilah pentingnya hidup karena kehiduan kita kelak dipertaruhkan saat ini.

Doa memberikan kekuatan pada orang yang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang ketakutan. (Aristoteles)

Selasa, 04 Desember 2012

Kritik Novel

KRITIK NOVEL
“BUMI SRIWIJAYA”
Karya : Bagus Dilla
 
 
 
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi sejarang. Ungkapan itu tepat kiranya jika ditujukan kepada Bagus Dilla atas buah karyanya berupa buku bernuansa sejarah yang dituangkan dalam bentuk novel berjudul “Bumi Sriwijaya”.
Jika dilihat dari latar belakang penulis yang lulusan pesantren, menunjukkan keluasan wawasan dari penulis. Bagaimana tidak, Kerajaan Sriwijaya yang berlatar belakang agama Hindu-Budha dapat disuguhkan dengan luwes oleh penulis yang berlatar belakang pesantren (Islam .red). Bahasanya sangat bagus apalagi dipadukan dengan istilah-istilah dalam bahasa pallawa.
Secara singkat novel ini bercerita tentang awal mula kerajaan Sriwijaya yang dimulai oleh kerajaan kecil bernama kerajaan Langkapura ( Pulau berawa di dekat Palembang ) dengan rajanya Raja Angsuman. Dalam perkembangannya kerajaan Langkapura berubah menjadi kerajaan Amartapura setelah kepemimpinan berada di Raja Muda Wiryacarya anak dari Raja Angsuman. Di tangan Sri Paduka Maharaja Jagadhita (gelar Raja Muda Wiryacarya) kerajaan Amartapura berkembang pesat hingga seluruh bumi Samantara (Sumatera). Sedangkan nama Sriwijaya baru dipakai setelah Yuwaraja Dapunta (anak Maharaja Jagadhita denga Putri Niah) naik menjadi putra mahkota. Arti Sriwijaya itu sendiri adalah Sri berarti sinar atau cahaya dan wujaya berarti terang, cemerlang atau gemilang. Maksunya menjadikan Bumi Samantara berjaya di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Di dalam kata pengantar penulis yang  mengatakan “...lebih mementingkan isi daripada bentuk.” maka ini lah yang saya ingin kritisi. Menurut saya novel berjudul Bumi Sriwijaya isinya tidak menggambarkan secara utuh mengenai Bumi Sriwijaya itu. Sebagaimana kita ketahui bahwa Sriwijaya merupakan imperium besar di Nusantara yang membuatnya disegani di seluruh dunia, luasnya daerah kekuasaan hampir seluruh Nusantara dan raja-raja yang amat perkasa. Namun dalam novel ini hanya disuguhkan mengenai cikal bakalnya saja, nama Sriwijiaya baru disebut dalam pertengahan novel dan itu juga hanya dalam ungkapan cita-cita. Dan dalam novel ini lebih menitik beratkan pada sepak terjang Maharaja Jagadhita. Maka menurut saya ini belum menjelaskan “Bumi Sriwijaya” secara utuh.
Dalam akhir cerita, pembaca hanya disuguhi tentang pertarungan perebutan kekuasaan antara Dapunta sebagai pewaris tahta secara sah dengan saudaranya Rajakumara yang merasa tidak terima dengan pengukuhan Dapunta sebagai putra mahkota, pertarungan ini dimenangkan oleh Dapunta. Tidak diceritakan lagi bagaimana sepak terjang Dapunta dalam memerintah di bumi Samantara. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa istilah Sriwijaya dinisbahkan kepada Putra Mahkota Dapunta maka akan lebih baik jika Bumi Sriwijaya juga menceritakan tentang sepak terjang Dapunta setelah benar-benar menjadi raja di Sriwijaya. Kesesuaian judul dengan isi novel akan lebih menjadikan novel ini berbobot.

Dalam penulisan ceritanya, penulis (Bagus Dilla) juga melakukan keteledoran. Semisal pada Bab 57. Puncak Himalaya; Dapunta dalam perjalanan mencari bunga cempaka ungu di puncak Himalaya atas permintaan Putri Sobakancana. Di Halaman 361, pada paragraf 5, ada raksasa mengendap-endap memperhatikannya. Paragraf 6, raksasa berkata “....Aku dapat memakan dagingnya. Hmm...pasti enak dan menggairahkan...” dan gumaman yang lain dari sang raksasa dijelaskan di paragraf selanjutnya. Tentu gumaman sang raksasa ditujukan kepada pembaca untuk menggambarkan mencekamnya suasana kala itu. Dapunta pun bertarung mempertahankan diri dari serangan raksasa. Pada halaman 364 dijelaskan setelah pertarungan sengit raksasa berubah wujud menjadi manusia bertangan empat dan ternyata ia adalah jelmaan dari Bathara Brahma. Masih di halaman yang sama Brahma berkata “...Aku sudah mengetahui kedatanganmu, Anakku.”
Inilah yang membuat aneh dan lucu, karena pembaca disuguhkan tentang keinginan sang raksasa (jelmaan Brahma) untuk memakan Dapunta tetapi hal itu disangkal dengan dialog di halaman 364, pembaca disuguhi percakapan Dapunta dengan Brahma bahwa sang Batara sudah mengetahui kedatangannya. Kalau memang sudah tahu (kedatangan Dapunta), kenapa pembaca disuguhi keinginan sang Batara memakan Dapunta?
Akan lebih luwes jika disaat Dapunta melakukan tapa bratha, tiba-tiba diserang oleh raksasa tanpa perlu ditulis keinginan raksasa untuk memakannya (karena tulisan ini sesungguhnya ditujukan kepada pembaca untuk menggambarkan betapa mencekamnya suasana kala itu). Setelah terjadi pertarungan sengit akhirnya sang raksasa berubah menjadi Batara Brahma. Karena pertarungan itu hanya bersifat menguji Dapunta. Sehingga tidak terjadi kontra di dalam cerita itu.
  
***
Memang tidak diragukan lagi tentang kepandaian sang penulis dalam pemilihan kata-kata dalam menyusun cerita, akan tetapi ketelitian dalam alur cerita juga akan berpengaruh besar pada isi cerita walau tidak mengubah makna cerita yang sesungguhnya. Jangan sampai pembaca yang sudah larut dalam emosi cerita tiba-tiba menjadi hilang karena cerita menjadi konyol.
 
Demikian tanggapan atas Novel Bumi Sriwijaya ini saya buat guna tambahan wawasan dan tanpa maksud menggurui dan merasa benar. Hal seperti ini tentu sudah biasa di kalangan sastra demi perkembangan kesusastraan Indonesia
 

ZAKAT FITRAH


ZAKAT FITRAH

A.    Latar Belakang dan Pengertian Zakat Fitrah
Zakat artinya berkah, tumbuh, bersih, baik dan bertambah. Dalam istilah fiqih adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah s.w.t agar diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahak).[1]
Zakat merupakan ibadah yang menyangkut harta benda dan berfungsi sosial itu, telah tua umurnya dan telah dikenal dalam agama wahyu yang dibawa oleh para rasul terdahulu. Namun kewajiban berzakat bagi kaum muslim baru diperintahkan secara tegas dan jelas pada ayat-ayat yang diturunkan di Madinah. Kewajiban zakat kemudian diperkuat oleh sunnah Nabi  Muhammad SAW, baik mengenai nisab, jumlah, syarat-syarat, jenis, macam dan bentuk pelaksanaan yang konkret.
Bentuk ibadah ini dibagi menjadi dua yaitu zakat Mal (harta) dan zakat fitrah (zakat badan), dan dalam makalah ini hanya akan dibahas tentang zakat fitrah saja. Salah satu macam zakat yang perlu dipelajari secara mendalam sebagai salah satu bahasan penting kajian fiqih.
Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan pada akhir puasa Ramadhan bagi setiap muslim baik anak kecil maupun orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, dan baik orang merdeka maupun hamba sahaya.[2])
Zakat fitrah mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriah, tahun diwajibkannya puasa Ramadhan. Di sebut dengan zakat fitrah sebab diwajibkan setelah berbuka puasa. Menurut Imam Waqi’ dalam kitab Fathul Mu’in beliau mengatakan bahwa zakat fitrah terhadap puasa ramadhan adalah bagaikan sujud sahwi terhadap shalat.[3]) Artinya dia bisa menambal kekurangan puasa sebagaimana kekurangan shalat. Perkataan ini dikuatkan oleh hadis Nabi SAW yang mengatakan bahwa zakat fitrah dapat membersihkan orang yang berpuasa dari lelehan (perbuatan sia-sia) dan perkataan keji.

Sebagaimana hadis Nabi SAW:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْــــــــــهِ وَسَلَّمَ زَ كَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِوَالرَّ فَثِ وَطَعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ, فَمَنْ اَدَّ اهَاقَبْلَ الصَّلاَةِ  فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُوْ لَةٌ, وَمَنْ اَدَّاهَابَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَ قَةٌ مِنَ الصَّدَ قَاتِ. (رواه أبوداودوابن ماجه)
Artinya : “Dari Ibn Abbas, ra., ia berkata :”Rasulullah saw. telah mewajibkan mengeluarkan zakat fitrah sebagai (penyempurna) kesucian bagi orang puasa, dari perkataan sia-sia dan omongan kotor. Juga sebagai menyantuni orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat Hari Raya, maka itu zakat yang diterima (sah hukumnya), tetapi bila ditunaikan sesudah selesai shalat Hari Raya, maka itu merupakan sedekah yang tergolong kedalam sedekah sunnat”. (HR. Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah).[4])

B.       Dasar Hukum diwajibkan Zakat
Dalam pembahasan zakat fitrah ini ada beberapa ayat Al-Qur’an dan juga hadits Rasulullah SAW yang bisa dijadikan dasar hukum diwajibkannya zakat fitrah. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menerangkan kewajiban zakat adalah Surat Al-Baqarah ayat 110.
وَاَقِيْمُوْ االصَّلَوةَ وَاَتُوْاالزَّ كَوْةَ, وَمَـاتُقَدّ ِمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍتَجِدُوْهُ عِنْدَاللهِ, اِنَّ اللهَ بِمَاتَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ    (البقرة : ١١٠)
Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah : Ayat 110).[5])

Adapun dalil yang berasal dari hadits Rasulullah SAW adalah hadits seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ra.,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَ كَاةَ الْفِطْرِ صَاعًامِنْ تَمْرٍ اَوْصَاعًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِ, وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ, وَاَمَرَ بِهَا اَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ اِلىَ الصَّلاَةِ (متفق علية)

Artinya : Dari Ibnu Umar, ra., ia berkata : “Rasulullah saw. telah mewajibkan mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ sya’ir atas hamba sahaya ataupun orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak kecil atau dewasa, dari orang-orang (yang mengaku) Islam. Dan beliau menyuruh menyerahkan sebelum orang-orang keluar dari shalat Hari Raya Fithrah”. (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).[6])

Berdasarkan hadits tersebut di atas maka jelaslah kewajiban membayar zakat fitrah. Selain itu juga termasuk kedalam keumuman firman Allah swt., “dan tunaikanlah zakat” seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 110, QS An-Nisaa’ ayat 77, QS. An-Nuur ayat 56.

C.      Takaran Zakat Fitrah dan Ketentuannya
Hadits selain yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., ada juga hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, ra., tentang takaran dalam zakat fitrah.
وَعَنِ اَبىِ سَعِيْدٍ الْخُدْرِىِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنَّانُعْطِيْهَافىِ زَمَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ, اَوْصَاعًامِنْ تَمْرٍ, اَوْصَاعًامِنْ شَعِيْرٍ, اَوْصَاعًامِنْ زَبِيْب (متفق علية)
Artinya :   Dari Abu Sa’id Al-Khudri, ra., ia berkata : “Kami memberikan zakat fithrah pada masa Rasulullah saw. satu sha’ dari makanan (sehari-hari) kami, atau satu sha’ dari korma, atau satu sha’ dari sya’ir, atau satu sha’ dari anggur”. (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).[7])

Hadits tersebut di atas jelas menerangkan bahwa yang dimaksud Rasulallah SAW., dengan banyaknya fitrah itu adalah satu sha’ sedangkan nama sha’ menurut arti bahasa Arab adalah nama ukuran sukatan (takaran). Takaran yang memuat satu sha’ menurut Kitab Fatul Muqadir[8] adalah kubus yang tiap sisinya 14,65 cm. Jika dikonversi menjadi kilogram terdapat banyak perbeda’an dalam menentukan berat satu sha’ di kalangan ulama, hal ini dikarenakan satu sha’ gandum belum tentu beratnya sama dengan satu sha’ kruma atau satu sha’ beras. Sedangkan di Indonesia berat satu sha’ dibakukan menjadi 2,5 kg mengingat makanan pokok secara umum adalah beras.
Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan para ulama lain sepakat bahwa zakat fitrah ditunaikan sebesar satu sha’ kurma, gandum, atau makanan lain yang menjadi makanan pokok negeri yang bersangkutan. Menurut mazhab Syafi’i tidak diperbolehkan berfitrah dengan uang, beliau berpendapat bahwa yang diwajibkan dalam hadits untuk berfitrah adalah sesuatu yang mengenyangkan, maka itu harus berupa makanan pokok.
Imam Hanafi membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang senilai bahan makanan pokok yang wajib dibayarkan. Namun, ukuran satu sha’ menurut mazhab Hanafiyyah lebih tinggi daripada pendapat para ulama yang lain, yakni 3,8 kg. Menurut Imam Hanafi diperbolehkan berfitrah dengan uang karena fitrah merupakan hak orang-orang miskin; untuk menutup hajat mereka, maka boleh dengan makanan dan boleh dengan uang, tidak ada bedanya.
Menyikapi perbedaan pendapat tentang kadar zakat fitrah tersebut, ada pandangan yang berusaha mengombinasikan seluruh pendapat. Jadi, sekiranya bermaksud membayar zakat fitrah dengan beras, sebaiknya mengikuti pendapat yang mengatakan 2,5 kg beras. Tetapi seandainya bermaksud membayar zakat fitrah dengan menggunakan uang, gunakanlah patokan 3,8 kg beras. Langkah seperti ini diambil demi kehati-hatian dalam menjalankan ibadah.[9])
Jenis makanan pokok yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah adalah jenis makanan pokok orang yang mengeluarkannya bila atas namanya sendiri. Apabila atas nama orang lain yang berbeda domisili, maka harus berupa jenis makanan pokok orang-orang yang ia zakati dan dibagikan kepada para mustahik daerah tersebut. Sedangkan untuk daerah yang tidak mempunyai makanan pokok, atau memilikinya namun tidak mencukupi semisal daging maka yang harus dikeluarkan adalah jenis makanan pokok daerah terdekat.

D.      Syarat-Syarat Wajib Zakat Fitrah
1.         Islam.
Artinya orang yang tidak beragama Islam tidak wajib membayar fitrah.
2.         Lahir sebelum terbenamnya matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan.
Anak yang lahir setelah terbenamnya matahari malam ‘idul fitri tidak wajib dikeluarkan zakat fitrah. Sebaliknya; jika seorang anak lahir sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan maka wajib dikeluarkan zakat fitrah.
3.         Mempunyai kelebihan harta.
Yaitu memiliki kelebihan biaya hidup baik untuk dirinya maupun orang-orang yang wajib dinafkahinya pada siang dan malam hari ‘idul fitri. Apabila tidak memiliki lebihan maka tidak wajib baginya membayar fitrah.

Harta yang terhitung adalah harta yang tidak perlu baginya sehari-hari. Sedangkan harta yang diperlukan sehari-hari seperti rumah, perabotan, pakaian, dan lain sebagainya tidak termasuk perhitungan; jadi tidak perlu dijual untuk membayar fitrah.

Orang-orang yang memiliki persyaratan seperti tersebut di atas maka ia wajib membayar fitrah baik untuk dirinya sendiri dan fitrah untuk orang yang wajib dinafkahinya, seperti fitrah istrinya, anaknya yang masih kecil, fitrah orang tua yang sudah menjadi tanggungannya. Sedang fitrah bagi anak yang sudah dewasa tidak diperbolehkan kecuali mendapatkan izin.

E.       Waktu Pembayaran Zakat Fitrah
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan mulai kapankah zakat fitri boleh disegerakan. Pertama, Abu Hanifah berpendapat bolehnya membayar zakat fitri sejak awal tahun (bulan Muharram) karena hukum zakat fitri sebagaimana zakat harta yang boleh disegerakan sebelum genap satu tahun.
Kedua, Imam Syafi’i berpendapat pembayaran zakat fitri boleh didahulukan sejak awal bulan Ramadan karena penyebab adanya zakat adalah puasa dan berbuka puasa (hari raya), sehingga jika sudah ada salah satu dari sebab tersebut (yaitu puasa) maka zakat boleh dibayarkan.
Ketiga, Imam Ahmad berpendapat bolehnya menyegerakan pembayaran zakat, sehari atau dua hari sebelum waktu wajib (waktu fitri), dan tidak boleh (disegerakan) lebih dari itu.
Dari pendapat-pendapat di atas maka dapat dijelaskan beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah.
1.         Waktu yang diperbolehkan, yaitu awal Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan.
2.         Waktu wajib, yaitu mulai terbenamnya matahari penghabisan Ramadhan.
3.         Waktu yang baik (sunat), dibayar sesudah salat subuh sebelum pergi shalat hari raya.
4.         Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah shalat hari raya namun belum terbenam matahari pada hari raya.
5.         Waktu haram, yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya.


F.       Orang yang Berhak Menerima Zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat adalah seperti yang telah ditentukan oleh Allah SWT., dalam Al-Qur’an.
Firman Allah SWT., :
اِنَّمَاالصَّدَقَتُ لِلْفُقَرَآءِوَالْمَسَكِيْنِ وَالْعَمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفىِ الرِقَابِ وَالْغَرِمِيْنَ وَفىِ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ  (التّوبت ٦٠)

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyala untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah : 60) [10])

Allah swt., telah mejelasakan delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu : [11]
  1. Orang fakir: orang yang sangat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
  2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
  3. Pengurus zakat : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan harta zakat.
  4. Para muallaf yang dibujuk hatinya: adalah orang orang yang baru memeluk islam dan imannya masih lemah
  5. Memerdekakan budak : mencakup juga untuk melepaskan orang muslim yang tertawan oleh orang-orang kafir.
  6. Orang yang berhutang : orang yang berhutang bukan karena maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
  7. Pada jalan Allah (sabilillah) : yaitu untuk kepentingan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara ahli tafsir ada juga yang berpendapat bahwa fi sabilillah mencakup kepentingan umum seperti rumah sakit, sekolah dan lain-lain.
  8. Orang yang sedang dalam perjalanan : maksudnya orang yang mengalami kesengsaraan dalam perjalanan akan tetapi bukan dalam maksud maksiat.

Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan imam mazhab mengenai siapa saja yang berhak menerima zakat, yaitu :

1.      Pendapat yang mewajibkan di bagikan pada asnaf yang delapan, dengan rata ini adalah pendapat yang masyhur dari golongan Imam Syafi'i.
2.      Pendapat yang memperkenankan membagikannya pada asnaf yang delapan dan mengkhususkanya kepada golongan fakir. Ini adalah pendapat jumhur, karena zakat fitrah adalah zakat juga, sehingga masuk dalam keumuman sebagaimana pada surat at-Taubat ayat:60.
3.      Pendapat yang mewajibkan mengkhususkan kepada orang-orang yang fakir saja, ini adalah pendapat golongan Maliki dan salah satu dari pendapat Imam Ahmad, di perkuat oleh Ibnu Qoyyim.

Hadist-hadist Rasulullah saw., yang menunjukkan bahwa maksud utama zakat fitrah adalah mencukupkan orang-orang fakir pada hari raya, tetapi ini tidak berarti mencegah diberikanya kepada kelompok lainnya, sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan, sebagaimana penjelasan Nabi tentang zakat harta, bahwa zakat itu diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir. Rasulullah saw. tidak melarang zakat itu diberikan kepada asnaf lainya, sebagaimana yang terdapat dalam surat at-Taubat ayat 60.

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang muslim pada hari raya idul fitri baik laki-laki dan perempuan, dewasa maupun anak kecil, merdeka atau hamba sahaya. Zakat fitrah berfungsi menyempurnakan kekurangan yang terjadi dalam berpuasa.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya banyak sekali terjadi permasalahan yang muncul. Seperti ketika membayar zakat apakah menggunakan makanan pokok atau boleh dengan uang. Selain itu  juga mengenai kapan dimulainya membayar zakat fitrah. Serta siapa saja yang berhak mendapat pembagian zakat, apakah hanya orang miskin atau asnaf yang delapan seperti yang tercantum dalam QS. At-Taubah : 60.
Kesemuanya itu diperlukan pengkajian yang mendalam baik dari nash Al-Qur’an, hadits Nabi saw., maupun dari pendapat-pendapat ulama demi sikap kehati-hatian dalam beribadah dan semata-mata mengharapkan ridha Allah swt.

DAFTAR PUSTAKA

-   Aladip, M. Machfuddin. Terjemahan : Bulughul Maram Karya Besar : Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani. Semarang : PT. Karya Toha Putra.
-         Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam.1997. ENSIKLOPEDIA ISLAM. Jilid 5. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
-         Ma’ruf, Tolhah dkk. 2008. Fiqih Ibadah. Kediri : Lembaga Ta’lif Wannasyr.
Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo.


[1] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. ENSIKLOPEDIA ISLAM. Jilid 5. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997 hal.224
[2] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, ENSIKLOPEDIA ISLAM, Jilid 5. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997 hal.224
[4] Drs. Moh. Machfuddin Aladip. Terjemahan Kitab Bulughul Maram Karya: Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani. Semarang : PT. Karya Toha Semarang hal.298
[5] Departemen Agama, 1978, Al-Quran dan Terjemahan, Jakarta : Pelita II, hal.30
[6] Drs. Moh. Machfuddin Aladip. Terjemahan Kitab Bulughul Maram Karya: Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani. Semarang : PT. Karya Toha Semarang hal.296
[7] Drs. Moh. Machfuddin Aladip. Terjemahan Kitab Bulughul Maram Karya: Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani. Semarang : PT. Karya Toha Semarang hal.297
[8] Karya Syekh Ma’sum Kowaron Jombang .
[9] http://zakat.or.id/zakat-fitrah/
[10]    Departemen Agama, 1978, Al-Quran dan Terjemahan, Jakarta : Pelita II, hal.288
[11]    Tafsir QS. At-Taubah 60 No.647. Departemen Agama, 1978, Al-Quran dan Terjemahan, Jakarta : Pelita II, hal.228