BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kenakalan remaja
biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan
jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak
dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis,
dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan
wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa
kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma
dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun
trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya
merasa rendah diri.
Kenakalan remaja dapat
dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang dapat dianggap
sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Perilaku
yang menyimpang memang sengaja dilakukan, bukan karena si pelaku tidak
mengetahui aturan, mungkin karena ingin diperhatikan, cari sensasi atau latar
belakang masalah lainnya.
Dalam karya tulis ini penulis
berkeinginan untuk menyajikan mengenai kenakalan remaja, yang bisa disebut
sebagai perilaku sosial yang menyimpang. Diharapkan dengan makalah yang singkat
ini dapat diketahui tentang kenakalan remaja sehingga kita dapat lebih peka
terhadap lingkungan sekitar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud kenakalan remaja itu?
2.
Bagaimana
teori dan konsep kenakalan remaja itu?
3.
Apa
sajakah aspek-aspek dalam kenakalan remaja itu?
4.
Faktor
apa saja yang menyebabkan kenakalan remaja itu?
5.
Bagaimana
cara mengatasi kenakalan remaja itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa
disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis,
yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda,
sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa
latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas
artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat
ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau
kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan
gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan
bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu
rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai
pelanggaran status hingga tindak kriminal.[1]
Mussen mendefinisikan
kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang
biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan
ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock juga
menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang
melakukannya masuk penjara. Sama halnya dengan Conger dan Dusek mendefinisikan kenakalan remaja
sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di
bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau
hukuman.
Sarwono mengungkapkan
kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum
pidana, sedangkan Fuhrmann menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan
anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun
orang lain. Santrock juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari
berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai
tindakan kriminal.
Dari pendapat-pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah
kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat
mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang
lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.
Pada dasarnya
kenakalan remaja adalah bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Remaja yang nakal juga dapat disebut
sebagai remaja yang cacat sosial, hal ini diakibatkan karena pengaruh sosial di
tengah-tengah masyarakat yang tidak baik. Kenakalan remaja biasanya berbentuk
kelainan tingkah laku yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama,
dan ketentuan yang berlaku di masyarakat.
Dari segi hukum,
kenakalan remaja dapat di kelompokkan menjadi dua kelompok yang berkaitan
dengan norma-norma hukum. Pertama, kenakalan yang bersifat amoral dan
sosial serta tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit
digolongkan sebagai pelanggar hukum. Kedua, kenakalan yang bersifat
melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang
berlaku sama dengan perilaku melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
Tentang normal tidaknya perilaku
kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile
Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau
jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang
normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu
kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan
demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan
keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas
tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi
kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu
perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
B.
Teori dan Konsep Kenakalan
Remaja
1.
Teori
Kenakalan Remaja[2]
a.
Social
Control Theory
Social Control Theory, berpendapat bahwa system keyakinan lah yang
membimbing apa yang dilakukan oleh orang-orang dan yang secara universal
mengontrol tingkah laku, tidak peduli apapun bentuk keyakinan yang dipilih
adalah baik atau buruk.
b.
Labelling Theory
Labelling Theory adalah jika seseorang mendefinisikan
suatu situasi adalah nyata maka nyata pulalah
konsekuensinya. Menurut teori ini ada dua bentuk penyimpangan yaitu :
1)
Primary
Deviance, merupakan bentuk pelanggaran
pertama kali, cenderung coba-coba, tidak sengaja, tidak serius, perilaku
kanak-kanak, perilaku coba-coba.
2)
Secondary
Deviance, merupakan pelanggaran lanjutan
muncul konsep diri, cenderung reaktif, memiliki motivasi, wujud eksistensi.
Teori Labeling memandang bahwa
kejahatan merupakan akibat dari proses sosial yang terjadi di dalam masyarakat,
dimana perilaku jahat dibentuk oleh warganya yang memiliki “kekuasaan”, atau
sebagai cap yang diberikan oleh kelompok dominant.
c.
Reintegrative Shaming Theory
Reintegrative Shaming Theory menjelaskan bahwa pemberian rasa,
malu (shaming) adalah semua proses-proses sosial yang menunjukan ketidaksetujuan
yang bertujuan agar orang yang melakukan penyimpangan atau pelanggaran hukum
merasa menyesal dan malu. Proses mempermalukan ini diikuti dengan upaya-upaya
mengintegrasikan kembali pelaku penyimpangan atau pelanggaran hukum ke dalam
masyarakat yang patuh hukum.
2.
Konsep
Kenakalan Remaja
Dalam pasal 1 UU No. 3
tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, disebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah
orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum
mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin (ayat 1). Sedangkan pengertian
anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan
perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan (ayat 2).
Dari pengertian
tersebut, bentuk kenakalan remaja dapat bermacam-macam. Misalnya berupa
kejahatan kekerasan oleh anak seperti pembunuhan dan penganiayaan, pencurian
baik pencurian berat maupun pencurian ringan oleh anak, penyalahgunaan
narkotika oleh anak, kejahatan seksual oleh anak, pemerasan, penggelapan,
penipuan, dan bentuk-bentuk kejahatan lain yang dilakukan oleh anak. Atau dapat
pula berupa perbuatan melanggar hukum lainnya seperti perkelahian pelajar atau
tawuran, kebut-kebutan, dan lain-lain.
Kajian dan analisa
terhadap berbagai bentuk kenakalan remaja tersebut bertujuan untuk melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kenakalan remaja, dengan tujuan
untuk memberikan pandangan dan pemikiran tentang upaya yang tepat serta memberi
perhatian khusus untuk menangani permasalahan kenakalan remaja yang telah
menjadi suatu fenomena dalam kehidupan masyarakat.
C.
Aspek-aspek Kenakalan Remaja
Para ahli psikologi
dan pendidikan berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan pada masa remaja
tersebut timbul dan berkembang disebabkan:
1.
Aspek
Biologis: Perubahan yang cepat pada fisik-biologis, menyebabkan anak remaja
bingung dengan keadaan badannya dan dorongan yang baru yang dinamakan nafsu
kelamin serta adanya kesadaran akan badan yang lebih kokoh dan tenaga yang
lebih kuat sehingga merasa ada kelebihan-kelebihan dalam tenaga dan kekuatan
badan inilah yang menimbulkan keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak
diinginkan.
2.
Aspek
Psikologis: Perubahan dalam perasaan, pikiran, tanggung jawab, kemauan,
sifat-sifat baru dan hasrat baru serta perkembangan cita-cita menyebabkan
perasaan kurang seimbang, gelisah, resah, bingung, agresif, dan sebagainya.
3.
Aspek
Sosial: Norma-norma kehidupan, seperti: norma sosial, adat-istiadat, tuntutan
agama, peraturan kehidupan bernegara, berbangsa belumlah menjadi bagian yang
utuh dan teguh (internalisasi) dalam diri remaja. Apalagi bila ada perbedaan
nilai antara apa yang disadari dan diamalkan orang tua dengan keinginan remaja,
menyebabkan timbulnya ketegangan dalam hubungan yang semestinya tidak perlu
terjadi.
Davidoff mengatakan
bahwa menyaksikan perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan
menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut.
Di dalam sebuah penelitian dikemukakan bahwa anak-anak yang memiliki kadar
agresi di atas normal akan lebih cenderung berlaku agresif, mereka akan
bertindak keras terhadap sesama anak lain setelah menyaksikan adegan kekerasan
dan meningkatkan agresi dalam kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan efek
ini sifatnya menetap.
Dikatakan bahwa
temperamen orang tua yang agresif serta meledak-ledak, kriminil, serta disertai
tindakan yang sewenang-wenang tidak hanya mentransformasikan defek temperamen
saja, melainkan juga menimbulkan iklim yang sangat abnormal dalam keluarga
tersebut sehingga memupuk reaksi emosional impulsif serta berpengaruh funest
(buruk) pada jiwa anak dan remaja yang masih labil sehingga anak/ remaja
mudah terjangkiti pola eksplosif dan bertindak kriminil. Artinya dalam
kehidupan bila si anak terbiasa dengan lingkungan rumah dan menyaksikan
peristiwa perkelahian antar orang tua di lingkungan rumah, ayah dan ibu,
prilaku agresi semakin kuat dalam diri si anak.
D.
Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Menurut Graham, ada
beberapa faktor penyebab kelainan perilaku anak dan remaja antara lain:
1.
Faktor
Lingkungan seperti: Malnutrisi; Kemiskinan di kota-kota besar; Gangguan
lingkungan (polusi, kecelakaan lalu-lintas, bencana alam, dan Iainlain); Migrasi;
Faktor sekolah (kesalahan mendidik, faktor kurikulum, dan Iainlain); Keluarga
yang tercerai-berai (perceraian, perpisahan yang terlalu lama, dan Iain-Iain);
Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga: 1) Kematian orang tua; 2) Orang tua
sakit berat atau cacat; 3) Hubungan antar anggota keluarga tidak harmonis; 4)
Orang tua sakit jiwa; 5) Kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran,
kesulitan keuangan, tempat tinggal tidak memenuhi syarat, dan Iain-Iain.
2.
Faktor
Pribadi, seperti: Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen (menjadi pemarah,
hiperaktif, dan Iain-Iain); Cacat tubuh; Ketidakmampuan untuk menyesuaikan
diri. Carson dan Butcher menemukan beberapa hal yang dapat menyebabkan
munculnya perilaku delinkuen pada remaja: 1) Keluarga yang berantakan berupa
ketiadaan salah satu atau kedua orang tuanya disebabkan beberapa kondisi
seperti kematian atau perceraian yang pada umumnya remaja delinkuen berasal
dari keluarga yang berantakan yaitu orang tuanya mengalami perceraian; 2)
Penolakan orang tua, menurut Hurlock, akan membuat anak merasa tidak disayangi,
sehingga menimbulkan kemarahan dan dendam dalam diri si anak terhadap orang
tuanya. Pendapat ini didukung oleh aliran Psikoanalisis yaitu orang-orang yang
tak mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa kecil
kemungkinan besar tidak akan mengembangkan super ego yang cukup kuat, sehingga
mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat. Super ego ini
diperoleh anak melalui proses pendidikan, khususnya hubungan antara orang tua
dan anak, kemudian norma-norma itu diserap menjadi nilai yang akan menjadi
bagian jiwa sebagai pengendali tingkah laku seseorang.
Menurut aliran
Empirisme dengan tokohnya yang terkenal John Lock yaitu dengan teori Tabula
Rasa yang mengatakan bahwa pengalamanlah (pendidikan, pergaulan dan Iain-Iain)
yang akan menuliskan corak jiwa manusia selanjutnya. Tidak mengherankan jika
ada yang berpendapat bahwa segala sifat negatif yang ada pada diri anak
sebenamya ada pada orang tua individu itu sendiri bukan semata-mata faktor
bawaan akan tetapi karena proses pendidikan, proses sosialisasi atau kalau
mengutip Sigmund Freud yaitu proses identifikasi.
Kartono berpendapat
bahwa lingkungan yang sangat penting bagi anak memasuki masa remaja adalah
lingkungan teman sebaya (peer group) dan lingkungan keluarga. Namun
demikian, keluargalah yang sebenarnya merupakan dasar bagi pembentukan
kepribadian remaja. Untuk itu dalam lingkungan keluarga perlu diciptakan
suasana yang harmonis, agar kepribadian remaja terbentuk dengan baik.
E.
Mengatasi Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh
remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya,
baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya.Masa kanak-kanak dan masa
remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi
yang begitu cepat.Secara sosiologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari
konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak
maupun remaja para pelakunya.Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa
lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun
trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya
merasa rendah diri, dan sebagainya.
Mengatasi kenakalan
remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan
perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua,
teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan
jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan,
konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka
harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Memberikan
lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak
kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal
tidak menambah jumlah kasus yang ada.
Ada
beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja, yaitu
sebagai berikut :[3]
1. Kegagalan menghadapi
identisan peran dan lemahnya control diri bisa dicegah atau bisa diatasi dengan
prinsif keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur
orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik, juga mereka
berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
2. Kemauan
orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang
harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi mereka.
3. Kehidupan
beragama keluarga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian
sosila keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik berarti mereka
akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya
secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik,
maka anak-anaknyapun akan melalukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma-norma
agama.
4. Untuk
menghindari masalah yang timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk
mempunyai teman bergaul yang sesuai, orang tua juga hendaknya memberikan
kesibukan dan mempercfayakan tanggungjawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggungjawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun
mengada-ada.Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula.
Sebab dengan memberikan tanggungjawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu
anak “Keluyuran” tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas
dan kewajiban serta tanggungjawab dalam ruamh tangga. Mereka dilatih untuk
disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari.Mereka dididik untuk
mandiri.Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasab teman yang
baik.
5. Orang tua hendaknya
membantu memberikan pengarahan agar anak memilih jurusan sesuai dengan bakat,
kesenangan, dan hobi si anak. Tetapi apabila anak tersebut tidak ingin
bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya bahwa
tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihanya.Sedangkan hobi adalah
kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai.
6. Mengisi waktu luang
diserahkan kepada kebijaksanaan remaja. Remaja selain membutuhkan materi, juga
membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Oleh karena itu.Waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan
kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi.Kegiatan dapat berupa
melakukan berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, catur
dan lain sebagainya.Selain itu, dapat pula berupa tukar pikiran berbicara dari
hati ke hati, misalnya makan malam bersama atau duduk santai di ruang
keluarga.Kegiatan keluarha ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota
keluarga.
7. Remaja hendaknya pandai
memilih lingkungan pergaulan yang baik serta orang tua memberi arahan arahan di
komunitas nama remaja harus bergaul.
8. Remaja membentuk
ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman-teman sebaya
atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
BAB III
KESIMPULAN
Sosiologi dan Psikologi merupaka suatu cabang ilmu pengetahuan (dari
ilmu jiwa pendidikan) yang membahas proses interaksi sosial anak-anak mulai
dari keluarga, masa sekolah, sampai dewasa serta kondisi-kondisi sosio kulturil
yang terdapat di dalam masyarakat dan negaranya. Namun, pada
kenyataannya berjalan dengan mulus, masih ada saja terjadi perilaku-perilaku
salah satunya adalah kenakalan remaja.
Kenakalan remaja meliputi semua prilaku
menyimpang dari norma sosial, norma hokum, norma kelompok dan merugikan dirinya
sendiri serta mengganggu ketrentaman masyarakat. Misalnya, penyalahgunaan
Narkotika, prilaku seksual di luar nikah, perkelahian pelajar, kebut-kebutan,
minum-minuman keras, membolos sekolah, berbohong, membunuh, keluyuran, mencuri,
dan aksi corat-coret di tembok atau pagar dan lain sebaginya.
Untuk itu waktu luang hendaknya digunakan untuk berkumpul bersama
seluruh anggota keluarga dan mengadakan kegiatan keluarga guna mengeratkan
kasih sayang, remaja harus pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta
orang tua memberi arahan denga siap dan di komunitas mana remaja harus bergaul,
orang tua hendaknya memberikan kebijaksanaan terhadap anak untuk memilih
pendidikan sesuai dengan kesenangan dan bakatnya dan orang tua harus berusaha memenuhi
kebutuhan anak secara maksimal baik itu materi, perhatian, kasih sayang,
pendidikan agama dan pendidikan moral.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.dbitio.blogspot.com
https://ferli1982.wordpress.com
Kartono Kartini, Psikologi Sosial :
Kenakalan Remaja, Jakarta : Rajawali, 2003
Kuswanto dan Bambang Siswanto. Sosiologi. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2003
Soerjono dan Soekanto. Sosiologi Penyimpangan.
Jakarta: Rajawali, 1988.
Willis, S. Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung : Angkasa, 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar