MACAM-MACAM HIDAYAH DALAM PERSPEKTIF TAFSIR
A.
PENGERTIAN
Kata bermakna petunjuk yang sering digunakan di dalam bahasa sehari-hari
adalah al-hidayah. Tetapi Al-Qur’an tidak pernah sekalipun menggunakan
kata tersebut. Kata yang digunakan adalah al-huda yang disebut 85 kali.
Adapun kata kerja yang digunakan Al-Qur’an, ada dua bentuk yaitu :
1.
Hada-Yahdi yang berarti “memberi petunjuk, menunjukkan” dan
bentuk-bentuk perubahannya,
2.
Ihtada-yahtadi, artinya mendapatkan petunjuk dan bentuk-bentuk
perubahannya.
Menurut Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi bahwa kata al-hidayah dalam
Al-Qur’an mempunyai dua arti yaitu :
Pertama; berarti sebagai petunjuk, dan ini diberikan kepada
Allah secara umum, kafir atau muslim. Firman Allah SWT dalam QS. Fushshilat
ayat 17. Ayat tersebut mengandung makna Kami menunjukkan kepada mereka jalan
menuju kebenaran. Apakah mereka mau atau tidak itu terserah mereka.
Kedua; sebagai pertolongan (ma’unah) dan bimbingan
kepada kebajikan; dan ini hanya diberikan kepada orang-orang yang menyambut
baik seruan Allah, beriman kepada-Nya, percaya pada tuntunan-Nya dan patuh pada
titah dan perintah-Nya.
Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hidayah umum
diberikan Allah secara umum kepada siapa saja mukmin atau kafir. Melalui
Al-Qur;an dan Rasul-Nya Allah SWT telah menjelaskan mana jalan kebaikan dan
mana jalan keburukan. Soal jalan mana yang akan dipilih manusia, itu adalah
pilihan mereka. Jika kemudian mau memilih beriman dan menjadi Islam maka dia
berpeluang untuk mendapatkan hidayah khusus (terperinci) yang hanya dimiliki
oleh Allah SWT dan hanya diberikan kepada mereka yang taat dan mau senantiasa
memohon kepada-Nya.
B. MACAM-MACAM
HIDAYAH
At-Thabathaba’i membagi hidayah Allah menjadi hidayah takwiniyyah dan
hidayah tasyri’iyyah.
1.
Hidayah Takwiniyyah, ialah hidayah Allah yang berkaitan dengan
urusan penciptaan. Hidayah ini diberikan kepada semua makhluk sesuai dengan
spesiesnya masing-masing, seperti petunjuk kepada kesempurnaan atau perbuatan
masing-masing jenis makhluk dan hal-hal yang telah ditentukan untuknya;
2.
Hidayah Tasyri’iyyah, ialah hidayah Allah yang berkaitan dengan
usnsur-unsur syari’at, yakni petunjuk kepada akidah yang benar dan amar saleh.
Sedang menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili Allah SWT memberikan lima macam
hidayah kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan, yaitu:
1.
Hidayah al-ilham al-fithriy. Hidayah ilham yang bersifat fitri. Hidayah
ini diberikan kepada anak sejak lahir. Misal anak merasa butuh untuk makan dan
minum. Jika ia merasa lapar atau haus maka ia akan menangis minta makan dan
minum kepada orang tuanya.
2.
Hidayah al-hawas. Hidayah indera, ini untuk melengkapi hidayah
pertama. Hidayah ini dimiliki baik oleh manusia atau binatang. Bahkan yang ada
pada binatang awalnya lebih sempurna dari pada manusia, sebab ilham pada
binatang telah sempurna hanya beberapa saat setelah kelahirannya, sedang
manusia menjadi sempurna secara bertahap.
3.
Hidayah al-aql. Hidayah intelektual. Hidayahnya ini
tingkatannya lebih tinggi dari dua hidayah yang sudah ada. Manusia diciptakan
secara alami sebagai makhluk madani untuk hidup bersama orang lain. Oleh karena
dalam hidup bermasyarakat tidak cukup hanya berbekal indera lahir, namun
diperlukan kemampuan intelektual yang berfungsi untuk mengarahkannya kepada
berbagai jalan kehidupan, menjaganya dari kesalahan dan menyimpang, membetulkan
kesalahan-kesalahan inderanya dan menyelamatkan dari tergelincir ke dalam arus
hawa nafsu.
4.
Hidayah ad-din. Hidayah agama. Inilah hidayah yang tidak
mungkin keliru dan sumber yang tidak mungkin sesat. Akal kadang keliru dan
nafsu tergelincir karena syahwat sehingga menjerumuskan ke dalam kebinasaan.
Oleh sebab itu manusia memerlukan sesuatu yang meluruskan, membimbing dan
menunjukkan yang tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu. Maka ia perlu dibantu dan
ditolong dengan hidayah agama guna membimbingnya ke jalan yang paling lurus
baik setelah atau sebelum terjerumus ke dalam kesalahan. Hidayah ini selalu
menjadi penjaga terpercaya tempat bernaung manusia dalam membekali dirinya
dengan kunci-kunci penutup keburukan sehingga ia selamat dari tergelincir dan
dijamin keselamatannya. Hidayah ini juga berisi tentang informasi tentang
batasan-batasan yang wajib baginya kepada kekuasaan Allah yang mana ia tunduk
kepada-Nya dalam relung jiwanya yang paling dalam dan merasa sangat butuh
kepada Pemilik kekuasaan itu, Zat yang telah menciptakan dan menyempurnakan
(penciptaan) dirinya serta menganugerahinya dengan berbagai kenikmatan lahir
dan batin yang tidak terhitung banyaknya. Oleh karena itu hidayah ini adalah
hidayah yang paling dibutuhkan manusia guna mewujudkan kebahagiaannya.
Ayat yang mengisyaratkan jenis hidayah ini
antara lain:
وَهَدَيْنَهُ النَّجْدَيْنِ (البلد ١٠ )
Artinya : “Dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan””.
(QS. Al-Balad : 10)
Maksudnya Kami telah menjelaskan (sifat dan ciri-ciri) jalan kebaikan
dan jalan keburukan, jalan kebahagiaan dan jalan kesengsaraan.
5.
Hidayah al-maunah wa at-taufiq. Hidayah pertolongan untuk menempuh jalan
kebajikan dan keselamatan. Hidayah ini lebih spesifik dari hidayah agama.
Hidayah ini yang diperintahkan oleh Allah SWT agar selalu kita mohon dalam
firman-Nya :
اِهْدِنَاالصِّرَطَ
الْمُسْتَقِيْمَ (الفاتحة : ٦ )
Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang
lurus”. (QS. Al-Fatihah: 6)
Maksudnya: “Berilah kami petunjuk yang dibarengi pertolongan dari
hadirat-Mu, petunjuk yang menjaga kami dari kesesatan dan kesalahan.
Ringkasnya, hidayah di dalam Al-Qur’an itu ada dua macam, yaitu :
1.
Hidayah Umum (hidayah ‘ammah)
“Petunjuk pada kemaslahatan-kemaslahatan
para hamba di tempat kembalinya (kelak)”. Ini mencakup hidayah pertama sampai
ke empat.
2.
Hidayah Khusus (hidayah khashashah)
“Pertolongan dan bimbingan untuk menempuh
jalan kebajikan dan kemaslahatan, yang menyertai (hidayah) petunjuk di atas”.
Ini hidayah ke lima.
C. SELALU
MEMOHON HIDAYAH JALAN YANG LURUS
Jika seseorang telah memilih Islam sebagai agamanya, artinya ia telah
mendapat hidayah umum dari Allah SWT. Namun bukan berarti ia mendapat jaminan
hidayah khusus. Hal ini bisa terjadi jika ia tidak mampu menjaga hidayah umum,
bahkan bisa lepas hidayah umum tersebut karena lemah iman dan tidak ada upaya
mempertahankan dan menumbuhkannya.
Adapun cara mempertahankan dan menumbuhkan hidayah umum adalah dengan
taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya serta selalu memohon kepada-Nya agar diberi
bimbingan dan pertolongan untuk selalu berada pada jalan yang lurus hingga
akkhir hayat. Firman Allah SWT :
Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang
lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat”. (QS. Al-Fatihah : 6-7)
Maksud dari ayat tersebut adalah hidayah
yang diminta bukanlah hidayah umum (Islam) melainkan hidayah khusus, yaitu
bimbingan dan pertolongan Allah SWT agar diri kita selalu diberi keteguhan iman
dan sikap konsisten dalam melaksanakan ajaran Islam hingga akhir hayat.
D. ISLAM :
ANTARA HIDAYAH DAN IKHTIAR MANUSIA
Sebuah pertanyaan mendasar, apakah orang masuk Islam (beragama Islam)
adalah kehendak sendiri atau merupakan hidayah dari Allah SWT?
Jika dikaji kembali ayat pokok di muka, kita mendapatkan bahwa makna
tekstual QS. Ali Imran: 20 menunjukkan adanya ikhtiar manusia untuk memilih
Islam atau berpaling darinya, sedangkan makna
tekstual QS. Al-An’am: 125 menunjukkan bahwa masalah manusia memperoleh
petunjuk atau kesesatan itu adalah kehendak Allah.
Jika kita kembali kepada rukun iman maka rukun yang terakhir adalah
beriman pada takdir baik dan buruk. Ini mengandung pengertian bahwa pada
hakikatnya kebaikan dan keburukan memang ditakdirkan adanya oleh Allah SWT
sejak zaman azali. Perbedaannya adalah :
1.
Kebaikan itu ditakdirkan adanya dan dikehendaki Allah
untuk dipilih manusia sebagai jalan hidupnya, sedangkan keburukan ditakdirkan
adanya tetapi tidak dikehendaki untuk dikerjakan manusia;
2.
Kebaikan bersumber langsung kepada Allah SWT,
sedangkan keburukan bersumber langsung dari Iblis dan hawa nafsu yang juga
ditakdirkan adanya.
Sebagai konsekuensi dari takdir baik dan takdir buruk, di satu sisi
Allah meletakkan fitrah-Nya (tauhid, kebaikan dan kebenaran) pada diri manusia,
dan sisi lain Allah menciptakan nafsu yang cenderung pada keburukan dan kejahatan.
Allah juga menciptakan Ilham negatif dan ilham positif (taqwa) kepada jiwa
manusia. Yang artinya manusia memiliki potensi untuk menjadi baik atau menjadi
buruk. Agar manusia dapat membedakan yang baik dan buruk maka manusia diberi
akal dan sebagai terminal adalah hati.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang kehendak Ilahi dapat
dibedakan kedalam dua kehendak yaitu :
1.
Kehendak absolut dan paksaan; yaitu segala sesuatu
yang berhubungan dengan yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah SWT
sendiri. Misalnya tentang penciptaan makhluk-Nya.
2.
Kehendak Ilahi kedua; yaitu besertanya Allah
menjadikan pilihan, penyerahan, pemberian kekuasaan kepada manusia sebagai
khalifah-Nya. Kehendak itu tidak berupa absolut, misal tentang iman dan taat
manusia, menjauhi kekufuran, kefasikan dan perbuatan maksiat. Ini dilakukan
dengan kehendak yang disertai pilihan, penyerahan dan pemberian kekuasaan.
Yang tidak benar adalah jika memutlakkan kehendak Ilahi dan menafikan
ikhtiar manusia yang oleh Allah sendiri
ditakdirkan adanya. Dan apa jadinya jika yang dimutlakkan adalah ikhtiar
manusia maka hanya akan membuat manusia sombong dan merasa serba bisa dan kuasa
dan membatasi Kemahakuasaan Allah.
E. PERINGATAN
TENTANG QADHA DAN QADAR
Kesalahan memahami takdir dapat berakibat fatal bagi manusia,
menyebabkan tergelincirnya aqidah yang salah.
Kekeliruan umum bahwa segala sesuatu baik-buruk, bahagia-sengsara,
kaya-miskin, dan sebagainya telah ditetapkan secara pasti. Jadi ibarat manusia
hanya seperti robot atau wayang yang menerima apa adanya.
Oleh karena itu, dalam memahami pengertian takdir harus dilandasi iman
dan ilmu. Jika dimaknai secara sepintas maka akan mendimbulkan pertanyaan, “Dimana
keadilan Tuhan?” Masalah ini yang menjadi topik di masa Mutakallimin yaitu
golongan Murji’ah, jabariah, Qadariah, Mu’tazilah dan Asy’ariah.
Telah menjadi sunnatullah bahwa di dunia ini ada sebab dan akibat.
Manusia hendaklah senantiasa berikhtiar, sebab manusia tidak tahu apa yang akan
terjadi. Ikhtiar adalah bekerja sekuat tenaga dan ditopang oleh doa, penyerahan
ikhtiar kepada Allah menjadi tawakal.
KESIMPULAN
Kata bermakna petunjuk yang
sering digunakan di dalam bahasa sehari-hari adalah al-hidayah. Hidayah
di dalam Al-Qur’an itu ada dua macam, yaitu : Hidayah Umum (hidayah ‘ammah)
“Petunjuk pada kemaslahatan-kemaslahatan para hamba di tempat kembalinya
(kelak)”. Dan hidayah khusus (hidayah khashashah) “Pertolongan dan
bimbingan untuk menempuh jalan kebajikan dan kemaslahatan, yang menyertai
(hidayah) petunjuk di atas”. Hidayah umum diberikan Allah secara umum kepada
siapa saja mukmin atau kafir. Melalui Al-Qur;an dan Rasul-Nya Allah SWT telah
menjelaskan mana jalan kebaikan dan mana jalan keburukan. Soal jalan mana yang
akan dipilih manusia, itu adalah pilihan mereka. Jika kemudian mau memilih
beriman dan menjadi Islam maka dia berpeluang untuk mendapatkan hidayah khusus
(terperinci) yang hanya dimiliki oleh Allah SWT dan hanya diberikan kepada
mereka yang taat dan mau senantiasa memohon kepada-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
-
Departemen
Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta : PT Bumi Restu. 1976
-
Tim
Sembilan. Tafsir Maudhu’i: Al-Muntaha Jilid I. Wonosobo: Pustaka
Pesantren. 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar