BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejarah pendidikan Islam pada dasarnya tidak bisa lepas dari sejarah
Islam. Kehancuran total yang dialami kota Bagdad dan Granada sebagai
pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam menimbulkan kekacauan dalam
pendidikan Islam, terutama dalam bidang intelektual dan material. Hancurnya
Bagdad oleh Mongol memusnahkan lembaga-lembaga pendidikan dan buku-buku ilmu
pengetahuan.
Dengan hancurnya pusat-pusat pendidikan Islam khususnya bidang
intelektual dan material mengakibatkan rasa lemah dan putus asa di kalangan
masyarakat muslim. Hal tersebut menjadikan aliran-aliran tasawuf berkembang
pesat dan lebih diminati oleh masyarakat muslim.
Selain faktor-faktor tersebut di atas terdapat juga faktor lain yang lebih
mengarah pada situasi sosio politik pada masa itu. Sehingga dengan semakin
ditinggalkannya pendidikan intelektual maka semakin statis perkembangan
kebudayaan Islam, karena generasi-generasi muda tidak mampu menghasilkan
kreasi-kreasi baru bahkan menjawab persoalan-persoalan yang berkembang. Hal ini
di perparah juga dengan infansi bangsa Barat ke daerah Islam.
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai tindakan para
pemikir-pemikir Islam untuk mengembalikan kejayaan kebudayaan dan pendidikan
Islam dan dikenal dengan masa pembaharuan pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
a)
Apa yang
dimaksud dengan pembaharuan pendidikan Islam?
b)
Apa yang
melatar belakangi lahirnya pembaharuan pendidikan Islam?
c)
Bagaimana
pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam?
d)
Siapa saja
tokoh-tokoh dalam pembaharuan pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pembaharuan Pendidikan Islam
Pembaharuan pendidikan Islam adalah upaya dasar untuk memperbaiki
aspek-aspek pendidikan Islam dalam praktek (termasuk pengajaran). Lahirnya
modernisasi atau pembaharuan di sebuah tempat akan selalu beriringan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Harun
Nasution cenderung menganalogikan istilah “pembaharuan” dengan “modernism”,
karena istilah tersebut dalam masyarakat barat mengandung arti pikiran.,
aliran, gerakan dan usaha mengubah paham-paham istiadat, institusi lama dan
lain sebagianya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dengan demikian, kalau kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan
Islam akan memberi pengertian bahwa pembaharuan pendidikan Islam sebagai suatu
upaya melakukan proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan
pendidikan Islam dari yang tradisional (ortodox)
ke arah yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.
B.
Latar Belakang Pembaharuan
Pendidikan Islam
Timbulnya pembaharuan
pendidikan Islam diawali oleh pembaharuan pemikiran Islam yang timbul di Mesir
yang dimulai sejak kedatangan Napoleon ke Mesir. Pendidikan oleh Napoleon
Bonaparte 1898 M
adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam.
Untuk mendapatkan kesadaran
tentang kelemahan dan keterbelakangan umat Islam, ekspedisi Napoleon tersebut
bukan hanya menunjukan akan kelemahan umat Islam, tetapi juga sekaligus menunjukkan
kebodohan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut disamping membawa pasukan tentara
yang kuat, juga membawa seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan
penelitian di Mesir. Inilah yang membuka mata kaum muslimin akan kelemahan dan
keterbelakangannya. Sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha pembaharuan
dalam segala bidang kehidupan untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan
mereka termasuk usaha-usaha di bidang pendidikan.
C.
Pola-pola Pemikiran Pembaharuan
Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran
umat Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab
kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh Bangsa Eropa, maka pada garis besarnya
terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam.
1.
Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi
pada pendidikan modern di Barat.
Mereka berpandangan,
pada dasarnya kekuatan dan kesejahteraan yang dialami Barat adalah hasil
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Golongan
ini berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh Barat sekarang ini merupakan
pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di
dunia Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber
kekuatan itu harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah
melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif,
maka harus meniru pola Barat yang sukses itu. Pembaharuan pendidikan dengan
pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H / 17 M.
Pada dasarnya, golongan
ini berpandangan bahwa pola pendidikan Islam harus meniru pola Barat dan yang
dikembangkan oleh Barat, sehingga pendidikan Islam bisa setara dengan
pendidikan mereka. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan Islam
adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah dengan pola
pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Jadi intinya, Islam
harus meniru Barat agar bisa maju. Tokohnya adalah Sultan Mahmud II dan
Muhammad Ali Pasya
2.
Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang
murni.
Mereka berpendapat
bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber dari kemajuan dan
perkembangan peradaban Ilmu Pengetahuan modern. Dalam hal ini Islam telah
membuktikannya. Sebab-sebab kelemahan umat Islam meurut mereka adalah karena
tidak lagi melaksanakan ajaran Agama Islam sebagaimana mestinya. Ajaran Islam
yang sudah tidak murni lagi digunakan untuk sumber kemajuan dan kekuatan. Pola
ini dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, dan
Muhammad Abduh.
3.
Usaha yang berorientasi kepada Nasionalisme.
Golongan ini melihat
di Barat rasa Nasionalisme ini timbul bersamaan dengan berkembangnya pola
kehidupan modern sehingga mengalami kemajuan yang menimbulkan kekuatan politik
yang berdiri sendiri. Keadaan ini pada umumnya mendorong Bangsa timur dan
bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme mereka masing-masing.
Yang mendorong berkembangnya nasionalisme adalah karena kenyataannya mereka
terdiri dari berbagai bangsa dengan latar belakang dan sejarah perkembangan
kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
Golongan ini
berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan
kondisi objektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan semata
mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur
dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang
akhirnya menimbulkan timbulnya usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan
pemerintahan sendiri di kalangan pemeluk Islam. Sebagai akibat dari pembaharuan dan
kebangkitan kembali pendidikan ini terdapat kecendrungan dualisme sistem
pendidikan kebanyakan negara tersebut, yaitu sistem pendidikan modern dan
sistem pendidikan tradisional.
D.
Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan
Islam
1.
Jamaluddin Al-Afghani (Iran 1838 – Turki 1897)
Ia dilahirkan di Mesir tahun 1839 dan meninggal di Istanbul tahun
1897. Ketika berusia 20 tahun ia telah menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad
Khan di Afghanistan. Tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan, kemudian ia
diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan. Dalam hal itu,
Inggris telah mulai mencampuri urusan politik Afghanistan dan
dalam pergolakan yang terjadi Al-Afghani memilih pihak yang melawan golongan
yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah, dan Al-Afghan memilih meninggalkan
tanah tempat lahirnya dan pergi ke India tahun 1869. Di Inggris ia juga tidak
merasa bebas bergerak, karena negara itu telah jatuh ke pihak Inggris, dan ia pindah ke Mesir tahun 1871.
Ia menetap di Cairo mulanya menjauhi persoalan politik Mesir dan pemusatkan
perhatian pada bidang ilmiah dan sastra Arab. Di tempat ia tinggal kemudian
menjadi tempat pertemuan murid-muridnya. Disanalah ia memberikan kuliah dan
mengadakan diskusi. Muridnya berasal dari berbagai golongan, seperti orang
pemerintahan, pengadilan, dosen dan mahasiswa Al-Azhar serta perguruan tinggi
lain.
Dari Mesir ia pergi ke Paris dan di sanalah ia mendirikan
perkumpulan Al-Urwatul Al-Wusqa yang anggotanya terdiri dari orang Islam Mesir,
India, Suria, Afrika Utara dan lain-lain. Diantara tujuan yang hendak dicapai
adalah memperkuat rasa persaudaraan, membela Islam, dan membawa umat Islam
kepada kemajuan. Kemudian, pada tahun 1892 ia pergi ke Istanbul atas undangan
Sultan Abdul Hamid, namun kemudian ia terjebak dan tidak bisa keluar dari Istanbul
karena dijadikan tahanan hingga ia wafat pada tahun 1897.
Pemikiran pembaharuan yang dilakukan Al-Afghani
adalah didasari pada pendapatnya bahwa Islam adalah relevan pada setiap zaman,
kondisi, dan bangsa. Untuk itu kemunduran umat Islam
adalah karena tidak diterapkannya Islam dalam segala segi kehidupan dan
meninggalkan ajaran Islam murni. Jalan untuk memperbaiki kemunduran Islam
hanyalah dengan membuang segala bentuk pengertian yang bukan berasal dari
Islam, dan kembali pada jaran Islam murni.
2.
Rasyid Ridha (Suriah 1865-1935)
Rasyid Ridha adalah murid dari Muhammad Abduh (yang merupakan murid
dari Jamaluddin Al-Afghani). Ia lahir pada 1865 Suria. Semasa kecil ia
dimasukkan ke sekolah madrasah tradisional, kemudian ia meneruskan sekolah ke
Sekolah Nasional Islam. Setelah selesai ia meneruskan ke sekolah agama yang ada
di Tripoli, dan banyak belajar dari Al-urawatul Wusqa Jamaluddin dan Muhammad
Abduh. Ia banyak belajar dengan Muhammad Abduh ketika Muhammad Abduh sedang
dalam buangan di Beirut. Ia mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan
ketika masih berada di Suria dan mendapat tantangan dari Pihak Turki Utsmani,
lalu ia memutuskan pindah ke Mesir dan berada di dekat gurunya Muhammad Abduh
pada tahun 1898. Beberapa bulan setelah itu,
ia menerbitkan majalah Al-Manar, yang juga terkenal.
Rasyid Ridha merasa perlu diadakan pembaharuan dibidang pendidikan,
dan melihat perlu ditambahkannya kedalam kurikulum mata pelajaran berikut :
teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung,
kesehatan, bahasa asing,disamping fiqih, tafsir, hadist dan lain-lain.
3.
Sir Muhammad Iqbal (Punjab 1873- 1938)
Muhammad Iqbal berasal dari keluarga golongan menengah di Punjab dan
lahir di
Sialkot tahun 1867. Untuk meneruskan studi ia kemudian pergi ke Lahore dan
belajar disana sampai memperoleh gelar kesarjaan MA. Di tahu 1905 ia pergi ke
negara Inggris dan belajar filsafat di Universitas Cambridge. Dua tahun
kemudian ia pindah ke Munich Jerman, dan memperoleh gelar Ph.D dalam bidang
tasawwuf.
Sir Muhammad Iqbal yang merupakan salah seorang muslim pertama di
anak benua India yang sempat mendalami pemikiran barat modern dan mempunyai
latar belakang pendidikan yang bercorak tradisional Islam. Kedua hal ini muncul
dari karya utamanya di tahun 1930 yang berjudul The Reconstruction of Religious
Thought in Islam (Pembangunan Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam). Melalui
penggunaan istilah reconstruction ia mengungkapkan kembali pemikiran keagamaan Islam dalam bahasa
modern untuk dikonsumsi generasi baru muslim yang telah berkenalan dengan
perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan dan filsafat barat abad ke-20
Sama dengan pembaharu lainnya, ia berpendapat bahwa kemunduran umat
Islam selama 500 tahun dikarenakan kebekuan dalam pemikiran. Hukum dalam Islam
telah sampai pada keadaan statis. Untuk memperbaharui Islam di segala bidang
(termasuk pendidikan), maka diperlukan sebuah institusi penegak Hukum Islam
yang menaungi seluruh umat Islam dalam sebuah naungan negara yang dinamakan
Khilafah Islamiyah.)
4.
Sir Sayid Ahmad Khan (India 1817-1898)
Sir Sayid Ahmad Khan adalah pemikir yang menyerukan saintifikasi
masyarakat muslim. Seperti halnya Al Afgani, ia menyerukan kaum muslim untuk
meraih ilmu pengetahuan modern. Akan tetapi, berbeda dengan Al Afgani ia
melihat adanya kekuatan yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi
modern. Kekuatan pembebas itu antara lain meliputi penjelasan mengenai suatu
peristiwa dengan sebab-sebabnya yang bersifat fisik materiil. Di barat,
nilai-nilai ini telah membebaskan orang dari tahayuldan cengkeraman kekuasaan
gereja. Kini, dengan semangat yang sama, Ahmad Khan merasa wajib membebaskan
kaum muslim dengan melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari pemahaman terhadap
Al Qur’an. Ia amat serius dengan upayanya ini antara lain dengan menciptakan
sendiri metode baru penafsiran Al Qur’an. Hasilnya adalah teologi yang memiliki
karakter atau sifat ilmiah dalam tafsir Al Qur’an
5.
Toha Husein (Mesir Selatan 1889-1973)
Toha husein adalah seorang sejarawan dan filsuf yang amat mendukung
gagasan Muhammad Ali Pasya. Ia merupakan pendukung modernisme yang gigih.
Pengadopsian terhadap ilmu pengetahuan modern tidak hanya penting dari sudut
nilai praktis (kegunan)nya saja, tetapi juga sebagai perwujudan suatu
kebudayaan yang amat tinggi. Pandangannya dianggap sekularis karena
mengunggulkan ilmu pengetahuan.
6.
Sayid Qutub (Mesir 1906-1966) dan Yusuf Al Qardawi.
Al-Qardawi menekankan perbedaan modernisasi dan pembaratan. Jika
modernisasi yang dimaksud bukan berarti upaya pembaratan dan memiliki batasan
pada pemanfaatan ilmu pengetahuan modern serta penerapan tekhnologinya, Islam
tidak menolaknya bahkan mendukungnya. Pandangan Al-Qardawi ini cukup mewakili pandangan mayoritas
kaum muslimin. Secara umum, dunia Islam relatif terbuka untuk menerima ilmu
pengetahuan dan tekhnologi sejauh memperhitungkan manfaat praktisnya. Pandangan
ini kelak terbukti dan tetap bertahan hingga kini di kalangan muslim. Akan
tetapi, dikalangan pemikir yang mempelajari sejarah dan filsafat ilmu
pengetahuan, gagasan seperti ini tidak cukup memuaskan mereka.
7.
Muhammad Ali Pasha(1765-1849)
Muhammad Ali Pasha adalah seorang keturunan Turki dari
etnis albania yang lahir di Kawalla, sebuah kota pelabuhan di kota Macedonia
yang sekarang menjadi bagian dari wilayah Yunani, pada tahun 1765, dan
meninggal di Mesir pada tahun 1849.
Perlu di ketahui bahwasanya nama “Pasha”
merupakan sebuah sebutan pangkat mulia di turki usmani yang di sandang M. Ali
ini mulai disematkan kenamabelakangnya ketika beliau sudah berkuasa di Mesir.
Semenjak dewasa beliau ditinggal mati oleh ayahnya,
Ibrahim Aga (seorang komandan militer lokal), Muhammad Ali Pasha sempat bekerja
sebagai pemungut pajak dan juga pedagang tembakau. Karena beliau rajin dalam pekerjaannya
jadilah beliau disenangi Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah menikah,beliau diterima menjadi anggota militer, karena
keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, beliau diangkat menjadi Perwira
Salah satu bidang yang menjadi sentral pembaruannya adalah
bidang-bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan bidang
militer, termasuk pendidikan. Kemajuan di bidang ini tidak mungkin dicapai tanpa
dukungan ilmu pengetahuan modern. Atas dasar inilah sehingga perhatian di bidang
pendidikan mendapat prioritas utama.
Sungguhpun Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi ia
memahami betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan
suatu negara. Ini terbukti dengan dibentuknya Kementerian Pendidikan untuk
pertama kalinya di Mesir, dibuka sekolah militer (1815), sekolah teknik (1816),
sekolah ketabibaban (1836), dan sekolah penerjemahan (1836).
Berlanjut ke bidang pendidikan, cara modernisasi yang beliau lakukan
adalah dengan menerjemahkan buju-buku terbitan Eropa dalam skala yang besar.
Menurut catatan sejarah beliau mengirim 311 pelajar Mesir ke Italia, Perancis,
Inggris dan Austria dengan mengambil disiplin keilmuan yang beragam seperti
kemiliteran, ilmu administrasi, arsitek, kedokteran dan obat-obatan. Di samping
mendelegasikan pelajar Mesir ke Eropa beliau juga mendatangkan guru-guru agung
Eropa untuk mengajar di sekolah-sekolah yang telah beliau bangun, misalnya Sekolah
Militer (1815), Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran (1927), Farmasi
(1829). Muhammad Ali juga menerbitkan majalah berbahasa Arab pertama kalinya
yang diterbitkan tahun 1828 M, beliau menamainya dengan majalah ” al-Waqa’i
al-Mishriyah” (Berita Mesir). Majalah ini digunakan rezim Muhammad Ali sebagai
organ resmi pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Pembaharuan pendidikan Islam adalah upaya dasar
untuk memperbaiki aspek-aspek pendidikan Islam dalam praktek (termasuk
pengajaran).
·
Pembaharuan pendidikan Islam diawali oleh
pembaharuan pemikiran Islam yang timbul di Mesir yang dimulai sejak kedatangan
Napoleon ke Mesir. Pendidikan
oleh Napoleon Bonaparte 1898 M adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam.
·
Pendidikan Islam mengalami fase kebangkitan kembali yang dinamakan fase pembaharuan. Pada fase ini pendidikan
Islam mulai naik dengan beberapa tokoh yang menjadi pelopor. Kebangkitan
kembali umat Islam khususnya bidang pendidikan adalah dalm rangka untuk
pemurnian kembali ajaran-ajaran Islam dengan pelopor di berbagai daerah seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha,
Pembaharuan di Turki, dan Muhammad
Iqbal di India.
·
Adapun mereka mengemukakan tema kebangkitan pendidikan Islam tersebut, tentunya dengan opini /
ide dasar-dasar yang kurang lebihnya yaitu :
a. Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur aslinya, dengan bersumberkan
Al-Qur’an dan Hadist, dan membuang segala bid’ah, khurafat, tahayul dan mistik.
b. Menyatakan dan membuka kembali
pintu ijtihad.
c. Menyatukan kembali perpecahan
atas terpuruknya bidang pendidikan Islam
·
Terjadinya tiga pola pembaharuan pemikiran
pendidikan Islam, yaitu :
a. Pola
pembaharuan yang berorientasi pada pola pendidikan
Barat.
b. Golongan yang
berorientasi pada sumber Islam yang murni.
c.
Usaha yang berorientasi pada Nasionalisme.
·
Tokoh-tokoh pembaharuan pendidikan Islam diantaranya
adalah :
a.
Jamaluddin
Al-Afghani (Iran 1838 – Turki 1897)
b.
Rasyid
Ridha (Suriah 1865-1935)
c.
Sir
Muhammad Iqbal (Punjab 1873- 1938)
d.
Sir Sayid
Ahmad Khan (India 1817-1898)
e.
Toha Husein
(Mesir Selatan 1889-1973)
f.
Sayid
Qutub (Mesir 1906-1966) dan Yusuf Al Qardawi.
g.
Muhammad Ali Pasha(Mesir 1765-1849)
B. Saran
a.
Hanya dengan cara dan metode tertentu pengetahuan
dapat diperoleh
b.
Ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak berguna bila
tidak dibagi atau diberikan kepada orang lain
c.
Ilmu pengetahuan yang ada harus dimanfaatkan
d.
Sebagai pembaca yang budiman kami meminta saran dan
kritikkannya agar makalah kami berikutnya dapat bermanfaat
DAFTAR
PUSTAKA
Asrahah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
PT. LOGOS Wacana Ilmu.
Zuhairini, dkk. 2006. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
PT. Bumi Aksara
Nata, Abudin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Prenada Media Group
Sumber lain :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar